Cryptic Story
Temanku menceritakan
cerita ini.
Ia tinggal di gedung
apartemen tinggi. Karena ia tinggal di lantai 14, ia harus menggunakan lift.
Suatu hari, pada
tengah malam, ia pulang dari kerja. Ia naik lift dan memencet tombol 14. Sesaat
setelah pintunya tertutup dan elevator mulai bergerak, tombol 8 menyala. “Hmm,
siapa ya yang mau naik lift di tengah malam begini?”
Segera setelah ia
berkata begitu, ia menyadari sesuatu dan cepat-cepat memencet tombol lantai 2,
3, 4, dan 5 secara tergesa-gesa. Pintu lift melewati lantai 2, tetapi untungnya
lift berhenti pada lantai 3 dan kemudian ia memaksa keluar lewat pintu lift
yang lambat terbukanya, kemudian ia berlari keluar.
Ia turun dengan tangga
dan meninggalkan gedung, dan kemudian ia menghabiskan waktu semalaman untuk
membaca majalah di minimart dekat gedungnya sampai pagi.
“Mungkin bukan
apa-apa, tetapi kau tidak pernah tahu.”
Ia tersenyum ketika
menceritakannya, tetapi bahkan sampai hari ini, ia masih menghindari
menggunakan elevator di tengah malam.
Parrot
Aku baru mulai hidup
sendiri. Agar tidak kesepian, aku juga mulai memelihara burung beo sebagai
binatang peliharaan. Beo tersebut mulai mengikuti
ucapanku. Setiap pagi, ia menyapaku, “Selamat pagi,” dan setiap malam ia
menyapaku “selamat datang kembali.” Ia benar-benar hewan yang pintar ya J
Getting Ready
“Hey, kau sudah
selesai belum?”
Aku bertanya pada
istriku, ia membelakangiku. Kenapa sih wanita selalu memerlukan waktu yang lama
untuk bersiap-siap?
“Sebentar lagi. Tidak
sabaran sekali! Kita kan tidak terburu-buru… Hey Shou-chan (ini nama anaknya),
diamlah!”
Ia benar, tetapi aku
memang orang yang tidak sabaran, tidak ada yang bisa kulakukan untuk
mengubahnya.
Hari ini hampir
pergantian tahun. Seluruh dunia sibuk. Aku mengambil rokok dari kantongku dan
menyalakannya.
“Aku berpikir, apakah
kita tidak akan mengagetkan ayah dan ibumu kalau kita tiba-tiba kita datang?”
“Jangan khawatir.
Mereka akan mulai tersenyum saat melihat wajah anak kita.” Ujarku, sambil
memandang anakku yang berbaring disebelah kami.
“OK, siap? …. Oh
tunggu.”
“Hah? Ada apa?”
“Lihat, ini… ini
disini.”
Istriku menunjuk
leherku dan aku menyentuhnya.
“Oh aku lupa.”
“Kau tidak hanya tidak
sabar tetapi otakmu juga kacau! Sini.”
“Aku… mencintaimu.”
Bisik istriku, tidak terdengar, seperti berbicara pada dirinya sendiri.
“Kenapa sekarang,
tiba-tiba sekali?”
“Ayolah, kita kan
suami istri. Tidak perlu malu.”
Ia menunduk dan aku
tidak bisa melihat wajahnya, tetapi sepertinya pipinya merona.
“Yah…. Aku
mencintaimu.”
Sepertinya sudah
bertahun-tahun sejak aku mengatakan sesuatu yang serius kepadanya. Aku merasa
sedikit malu, tetapi aku tidak merasa buruk.
Aku menggenggam
tangannya.
“Jadi, kita pergi
sekarang?”
“Ya.”
Aku menendang bangku
di kakiku.